Baru saja Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF diselenggarakan sejak 28 Januari s.d 1 Februari 2009 di Davos, Swiss. Forum tersebut dihadiri oleh para CEO (pimpinan) perusahaan besar dunia, para kepala negara, menteri ekonomi, lembaga dunia (PBB, World Bank, IMF) dan tidak ketinggalan para jurnalis.
Selama lima hari, lebih dari 2.500 pengusaha dan pemimpin politik berdiskusi mengenai apa yang disebut dengan krisis Kapitalisme. Namun, sebagian besar diskusi hanya menggambarkan permasalahan, bukannya solusi. Menurut para pakar, peserta pertemuan Davos tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis ekonomi.
Forum yang bertema ”Shaping the Post-Crisis World” tersebut hanya menjadi sebuah wacana semata. Forum Ekonomi Dunia ini dinilai gagal memberikan solusi atas krisis keuangan global.
Kishore Mahbubani, Dekan The Lee Kuan Yew School of Public Policy di Singapura mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang paham bagaimana mengatasi krisis ini dan apa yang harus kita lakukan agar keluar dari belenggu ini.”
Menurut Stephen Roach, Kepala Bank Investasi Morgan Stanley, “Davos hanya menjadi ajang debat global semata. Kita kini memulai memasuki fase (tahapan) dari setiap krisis, yaitu permainan saling menyalahkan.”
Pada bagian lain, ILO (Organisasi Buruh Internasional) menyatakan, saat ini terdapat sekitar 51 juta pekerja di dunia yang terancam kehilangan pekerjaan akibat krisis keuangan dunia. Angka itu membengkak dibandingkan perkiraan Oktober tahun lalu. Saat itu ILO memperkirakan jumlah PHK 2009 akan mencapai 20 juta. Jika resesi 2009 lebih dalam dibandingkan perkiraan semula, krisis ketenagakerjaan global akan benar-benar sangat buruk.
Menurut IMF, perekonomian dunia tahun ini diperkirakan hanya akan tumbuh 0,5 persen. Perekonomian dunia saat ini sedang berhadapan dengan resesi mendalam.
Paket Stimulus untuk Pemulihan Ekonomi
Di AS, para senator di Washinton telah mencapai kesepakatan atas paket stimulus (pendorong) ekonomi yang bernilai US$ 780 miliar dari jumlah US$ 900 miliar di tengah pengangguran akibat krisis di AS yang membengkak dan memperlihatkan gambaran terburuk selama 35 tahun. Hampir 600 ribu warga Amerika kehilangan pekerjaannya khusus pada bulan Januari 2009. Uni Eropa sudah mengeluarkan stimulus ekonomi sebesar 350 miliar dolar AS, diikuti Inggris sebesar 259 miliar dolar AS, Australia 47 miliar dolar AS, Cina 560 miliar dolar AS, Singapura 14 miliar dolar AS serta Korea Selatan 11 miliar dolar AS.
Di dalam negeri, Pemerintah mengeluarkan stimulus fiskal dalam APBN 2009 sebesar Rp 71,3 triliun, yang sebagian besarnya (81%) berupa pengurangan terhadap potensi penerimaan Pemerintah pada akhir tahun anggaran 2009. Pemerintah juga mengeluarkan 7 agenda utama kebijakan untuk mencegah dampak lanjutan krisis keuangan global pada tahun 2009 ini, yakni:
1.Mengatasi risiko pengangguran baru akibat krisis keuangan dunia.
2.Mengelola inflasi pada batas tertentu.
3.Menjaga pergerakan sektor riil.
4.Mempertahankan daya beli masyarkat.
5.Melindungi kelompok masyarakat miskin.
6.Memelihara kecukupan pangan dan energi.
7.Memelihara angka pertumbuhan ekonomi yang pantas, setidaknya mencapai 4,5 persen.
Paket stimulus (pendorong) yang dicanangkan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, sepintas terkesan menjanjikan akan dapat memulihkan kembali keadaan ekonomi di masing-masing negara. Namun, kita melihat perangkat-perangkat kebijakan ekonomi yang akan digunakan sebagai kendaraan untuk merealisasikan paket-paket stimulus tersebut tidak akan bisa menjawab persoalan ekonomi yang sedang dihadapi. Pasalnya, perangkat yang digunakan masih tetap diambil dari sistem ekonomi kapitalis yang sudah rusak itu. Selama perangkat ekonomi kapitalis yang dijadikan alat perbaikan ekonomi, berapapun besarnya paket stimulus (pendorong) tidak akan mengantarkan pada kesejahteraan masyarakat.
Perangkat Ekonomi yang Digunakan
Secara umum perangkat-perangkat ekonomi Kapitalisme yang akan digunakan negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, adalah sebagai berikut:
Pertama: Perbankan. Pencairan paket stimulus ekonomi akan dilakukan melalui perbankan agar dapat mendorong peningkatan di sektor riil melalui kredit perbankan. Pembiayaan melalui kredit perbankan ini akan menciptakan bunga yang dapat menimbulkan inflasi, yakni naiknya harga barang dan jasa serta menurunnya nilai uang secara terus-menerus, yang berakibat pada semakin melemahnya daya beli masyarakat.
Kedua: Pasar non-riil (pasar modal, pasar uang, pasar berjangka). Pemerintah berusaha menjaga kinerja pasar modal, pasar berjangka dan pasar uang agar tetap stabil sehingga tidak menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat yang bermain di sektor ini. Namun, ketika pasar non-riil bergairah dan dapat menguntungkan dalam waktu sekejap, maka orang akan berbondong-bondong memborong saham dan surat berharga lainnya. Ini jelas sangat dilematis. Pasti terjadi, di satu sisi Pemerintah berupaya mendorong sektor riil melalui kredit perbankan, di sisi lain uang yang disalurkan melalui sektor perbankan terserap di pasar non-riil untuk transaksi spekulatif (untung-untungan). Dengan kondisi seperti ini sektor riil tidak akan bergerak.
Ketiga: Pengelolaan sumber kekayaan. Dalam sistem ekonomi Kapitalisme, invidividu/swasta (termasuk pihak asing) dibebaskan untuk menguasai sumber-sumber kekayaan yang memiliki cadangan besar (seperti minyak; batubara; gas; logam mulia; dsb). Akibatnya, pengelolaan sumber-sumber kekayaan tersebut lebih ditujukan untuk memperkaya diri, bukan untuk tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terbukti dengan terbentuknya jurang pemisah yang sangat dalam antara yang kaya dan miskin.
Keempat: Penggunaan mata uang kertas. Berapapun besarnya paket stimulus/pendorong ekonomi, tetap saja akan menggunakan mata uang kertas yang tidak dijamin dengan emas sehingga ia tidak bernilai sama sekali.
Inilah yang menjadi perangkat seluruh negara yang mengadopsi sistem ekonomi Kapitalisme, termasuk di negeri ini. Mereka tidak akan keluar dari perangkat-perangkat di atas karena itulah yang menjadi pilarnya, dan di atas pilar-pilar itulah ekonomi Kapitalisme berdiri.
Solusi Islam
Dalam pandangan Islam, justru perangkat-perangkat di atas itulah yang menjadi akar penyebab timbulnya krisis ekonomi. Selama perangkat tersebut dijadikan pilar ekonomi maka selama itu pula krisis ekonomi akan terus terjadi.
Oleh karena itu, jelas sistem ekonomi Kapitalisme harus segera ditingggalkan. Sistem ini harus segara diganti dengan Sistem Ekonomi Islam.
Pertama: Dalam sistem Ekonomi Islam, perbankan yang berbasis bunga tidak diperlukan. Pasalnya, bunga (riba) secara tegas telah diharamkan dalam Islam (Lihat, misalnya QS al-Baqarah [2]: 275 dan 279). Sebagai gantinya, segala bentuk pembiayaan akan dilakukan secara langsung oleh para investor kepada para individu yang membutuhkan modal, melalui mekanisme kerjasama bisnis (syirkah) yang islami. Pemerintah melalui Baitul Mal (Kas Negara) juga akan membiayai berbagai sektor ekonomi secara langsung kepada para pengusaha tanpa bunga. Inflasi (kenaikan harga barang dan jasa serta penurunan nilai mata uang secara terus-menerus) tidak akan terjadi, sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalis akibat adanya sistem bunga uang dalam sistem perbankan.
Kedua: Pemerintah hanya akan menghidupkan pasar untuk sektor rill saja. Sebaliknya, Pemerintah akan membekukan sama sekali sektor non-riil (pasar modal; pasar berjangka dan pasar uang). Sebab, para pengusaha tidak perlu menerbitkan saham/obligasi untuk mendanai usahanya. Kebutuhan dana sudah dapat dipenuhi melalui akad langsung dengan investor atau melalui Baitul Mal (Kas Negara).
Ketiga: Pertukaran uang juga hanya akan dilakukan secara spot (kontan/langsung), bukan forward/swap (tidak kontan). Dengan demikian, pasar uang dalam bentuk forward/swap akan terhenti dengan sendirinya. Pemberlakuan sistem pasar riil ini akan menjamin pertumbuhan yang sangat pesat. Sebab, perputaran uang dan barang akan berjalan secara seimbang. Hal ini dapat meningkatkan percepatan arus uang secara riil (velocity of money) sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
Keempat: Sumber kekayaan dengan jumlah deposit yang besar menjadi milik umat dan akan dikelola oleh negara. Sebagai kepala negara, Rasulullah saw. pernah menarik kepemilikan atas tambang garam—yang memiliki cadangan dalam jumlah besar—dari sahabat Abyadh bin Hummal (HR at-Tirmidzi). Ini merupakan salah satu dalil bahwa negara memang berkewajiban mengelola secara langsung tambang-tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Adapun hasilnya akan diserahkan ke Baitul Mal untuk kepentingan rakyat seperti pembiayaan pendidikan dan kesehatan gratis. Bisa juga dalam bentuk harga minyak dan listrik yang murah.
Kelima: Negara juga akan mempermudah setiap individu untuk mengelola lahan pertanian seluas yang ia inginkan. Rasulullah saw. pernah bersabda:
Siapa saja yang menghidupkan tanah mati (tak bertuan) maka tanah itu menjadi miliknya (HR al-Bukhari).
Dengan demikian, distribusi kekayaan untuk kesejahteraan rakyat akan dapat diwujudkan. Di sinilah sumber kesejahteraan akan dapat diwujudkan dan menutup jurang pemisah antara yang kaya dan miskin.
Keenam: Sistem Ekonomi Islam juga akan menggunakan Dinar dan Dirham sebagai mata uangnya, yang bahan bakunya dari emas dan perak. Dalilnya antara lain adalah adanya firman Allah SWT dalam al-Quran yang melarang penimbunan emas dan perak, yang pada masa Rasulullah saw. merupakan mata uang negara (Lihat: QS at-Taubah [9]: 34). Rasulullah saw. juga telah menetapkan kewajiban zakat uang, yang nishâb-nya adalah dalam emas dan perak.
Peredaran Dinar dan Dirham palsu bisa diukur dengan cara yang sangat sederhana, tidak seperti halnya uang kertas. Dalam sistem Dinar dan Dirham, mata uang cukup dilihat dari kadarnya saja. Pemerintah tidak perlu khawatir terhadap inflasi karena peredaran Dinar dan Dirham tidak akan bertambah, sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalis akibat sistem bunga dalam perbankan serta pasar non-riil.
Khatimah
Dengan penjelasan di atas, dengan mudah dan jelas kita dapat menyimpulkan bahwa sudah bukan waktunya lagi berharap pada sistem ekonomi Kapitalisme yang jelas-jelas telah membawa manusia pada kesengsaraan. Kini tiba saatnya kita beralih pada sistem ekonomi yang lebih ampuh dan berkesinambungan, yaitu Sistem Ekonomi Islam. Sistem ini hanya mungkin tegak dalam sebuah sistem politik dan pemerintahan Islam. Itulah sistem Khilafah, yang seharusnya segera diwujudkan oleh kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk oleh kaum Muslim di negeri ini! Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.
Kamis, 12 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar