Hizbut Tahrir Indonesia hingga sekarang tidak pernah menyatakan mendukung adanya pemimpin wanita untuk memimpin pemerintahan di negeri ini, seperti Megawati misalnya. HTI punya sikap jelas bahwa menurut syara, seorang wanita dilarang atau diharamkan untuk menjadi presiden atau kepala negara. Berikut wawancaranya dengan Ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia beberapa waktu lalu.
Ada tudingan, terkait buku Megawati di mana ada tulisan ustad Ismail di dalamnya, seakan-akan HTI mendukung Megawati, apa betul itu?
Itu tidak betul. Sama sekali tudingan itu tidak benar. Ada orang yang menyangka seperti itu, karena dia hanya sekadar membaca tulisan di dalam buku “Mereka Bicara Mega” itu. Sebenarnya itu bukan tulisan saya, tapi itu hasil wawancara dengan saya yang ditulis sehingga seolah itu tulisan dari saya.
Memang benar saya pernah diwawancarai oleh tim penulis dari buku, “Mereka Bicara Mega” Itu, dan saya bicara apa adanya waktu wawancara. Tapi setelah saya baca, ternyata ada bagian penting yang dihapus. Bagian yang penting itu adalah pernyataan saya yang mengingatkan ibu Mega bahwa menurut ajaran Islam, perempuan itu tidak bisa menjadi presiden atau kepala negara. Itu bagian yang menurut saya sangat penting dan tidak bisa dihapus.
Saya memang diundang untuk launching acara itu dan sempat datang. Saya ditemui oleh editor buku itu. Dan ketika menerima buku itu darinya, saya langsung baca transkrip dari wawacara itu, kemudian langsung saya tahu ada bagian hasil wawancara yang dihapus. Kemudian saya tanyakan kepada editor buku itu. Ternyata mereka memang sengaja menghapus itu. Katanya supaya.., saya lupa pernyataannya. Ya pokok supaya sesuai dengan tujuan penulisan buku itu.
Apa sebenarnya latar belakang penulisan buku itu?
Saya tidak tahu persis. Tapi barangkali mereka ingin menjaring pendapat dari kalangan Islam, atau tokoh-tokoh ormas atau gerakan Islam mengenai Mega. Kalau kita baca, memang berisi banyak sekali tokoh-tokoh Islam yang bicara tentang Mega. Harapan dari editor atau penerbit, saya kira supaya citra Mega yang selama ini dianggap anti Islam dan tidak mengerti aspirasi Islam itu bisa dikurangi. Atau dihilangkan sama sekali malah.
Siapa saja tokoh-tokoh Islam yang ada di buku itu?
Di situ ada Ahmad Sumargono, ada Amien Rais, ada Said Agil Siroj, ada Din Syamsuddin, ada Malik Fajar, ada Hasyim Muzadi, dan tokoh Islam lainnya. Banyak sekali.
Pernyataan penting apa saja dari ustad yang dihilangkan oleh editor buku tersebut?
Ya tadi itu. Pernyataan penting yang dihilangkan pada paragraf, ketika saya bilang begini, “bahwa mbak Mega harus menyadari jati dirinya sebagai seorang Muslimah. Sebagai seorang Muslimah ia semestinya mengikuti aturan-aturan Islam. Dan bahwa menurut syariat Islam, perempuan itu tidak boleh menjadi presiden atau kepala negara.” Itu bagian yang paling penting, dari wawancara itu, tapi dihapus. Dari wawancara itu memang ada beberapa topik penting. Itu yang pertama.
Kemudian topik yang kedua, Mega tidak boleh menjadi icon dari partai politik yang dianggap menentang Islam. Itu masuk di situ. Kemudian poin yang ketiga, Baitul Muslimin tidak boleh menjadi politisasi Islam. Jadi jangan memanfaakan Islam sebagai alat untuk kepentingan politik. Tapi Harus menjadi Islamisasi Politik. Makanya itu menjadi judul dalam tulisan itu. Dari ketiga poin penting itu, yang dihapus itu, poin penting pertama.
Apa Ustadz telah secara resmi memprotesnya kepada editor atau penerbit buku itu?
Saya tidak memprotes secara resmi, tapi secara langsung malahan protes itu sudah dilakukan kepada editornya. Saya sudah sampaikan, wah ini tidak benar. Saya belum memikirkan apa akan ada langkah selanjutnya atau tidak. Ya kita lihat nanti perkembangannya. Kalau tidak memberi dampak yang merisaukan, kita biarkan saja. Tapi kalau ada, ya kita akan sampaikan protes secara resmi.
Sebetulnya sikap HTI sendiri terhadap kepemimpinan perempuan seperti apa?
Ya saya kira sudah sangat jelas. Kalau kita kembali kepada pernyataan resmi HTI menjelang pemilihan presiden, dinyatakan, “Tolak Kepemimpinan Sekuler”. Itu di sana jelas sekali, bahwa Hizbut Tahrir menyerukan kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang baik yaitu pemimpin yang Muslim, laki-laki, ballig, adil, merdeka, memiliki kemampuan dan mau tunduk kepada syariah. Secara eksplisit disebut itu dalam pernyataan resmi kita menjelang pemilihan presiden. Bahkan waktu itu kita ada aksi kan di bundaran HI menolak kepemimpinan Sekuler.
Kritik utama terhadap kepemimpinan wanita apa saja?
Ya karena syariah tidak membolehkannya. Terlepas dari perempuan itu mampu atau tidak mampu. Jelas sekali kan. Rasululloh dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pernah bersabda, Lan yuflihal qaumun wallau amrahum imroatan (“tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan”). Di situ ada celaan yang menjadi qarinah bahwa syariah melarang atau mengharamkan perempuan menjadi Presiden atau Kepala Negara.
Jadi sesungguhnya sekali lagi kalau ada berita HTI seolah mendukung Mega, itu sama sekali tidak betul?
Ya, tidak betul. Tidak betul itu.
Senin, 22 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar