Seperti telah diperkirakan oleh banyak kalangan, krisis keuangan dunia yang menimpa Amerika akan diikuti gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran di berbagai belahan dunia. Setelah AS, Jepang terhempas ke jurang krisis ekonomi, disusul Jerman dan negara-negara pengguna mata uang Euro. Krisis ini berpeluang melahirkan krisis multidimensi, di antaranya gejolak sosial di tengah-tengah masyarakat.
Gelombang PHK semakin meluas; mulai dari sektor perbankan dan keuangan hingga sektor perindustrian, manufaktur, insfrastruktur, jasa, dsb. Di Amerika gelombang pengangguran telah mencapai titik tertinggi sejak 5 tahun terakhir, yaitu 6.7%. Menurut Ian Shepherdson di High Frequency Economics, hanya dalam waktu 6 bulan AS telah kehilangan 1.55 juta lapangan kerja, hampir sama besarnya dengan resesi pada 2001 lalu. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat mengingat masih belum adanya tanda-tanda perbaikan ekonomi yang telah dicanangkan pemerintah Amerika.
Juru bicara raksasa perbankan Citigroup, Richard Tesvich, mengatakan kepada AFP (18/11), pihaknya akan mem-PHK 52,000 karyawannya di seluruh dunia, hal ini dilakukan demi menekan kerugian besar akibat krisis subprime mortgage. Lembaga keuangan lainnya juga ikut ambil bagian untuk melakukan PHK. Juni lalu, Bank of America Corp memperkirakan akan mengurangi pegawai sebanyak 7,500 orang dalam dua tahun ke depan. Barclays Plc, yang bermarkas di Inggris, akan mem-PHK 3,000. Commerzbank AG, bank terbesar Jerman, pada 1 September lalu mengumumkan akan memberhentikan 9,000 tenaga kerja. Sejumlah perusahaan lain seperti Credit Suisse Group, Fidelity National Financial Inc, First American Group, Goldman Sach Group Inc dan HSBC Holding juga telah atau berencana mem-PHK sebagian karyawannya.
Selain itu, Industri otomotif di AS juga akan merumahkan karyawan karena terancam bangkrut. Para eksekutif General Motors, Ford, dan Chrysler dijadwalkan memberikan keterangan di depan Kongres untuk menyelamatkan nasib mereka dan industri otomotif umumnya. Jika PHK massal di sektor otomotif terjadi maka angka pengangguran di AS akan semakin melonjak. Industri manufaktur kehilangan 61,000 pekerja. Bidang konstruksi kehilangan 8,000 pekerja dan kemungkinan akan bertambah. Retail kehilangan 20,000 pekerja. Akuntan, konsultan dan jasa hukum kehilangan 53,000 pekerja (CNN, 5/12/2008).
Di sisi lain, banyak warga AS yang menggantungkan hidupnya dari pembiayaan kartu kredit. Seiring dengan PHK besar-besaran itu, akhirnya banyak warga AS yang kesulitan membayar tagihan kartu kreditnya. Kini, utang kartu kredit mencapai US$ 1 triliun, sementara kredit macet di sektor perumahan mencapai US$ 14 triliun.
PHK masal tidak hanya terjadi di Amerika, tetapi juga di seluruh dunia. Jumlah pengangguran di Inggris diramalkan menembus 2,9 juta orang pada pertengahan 2010. Saat ini rasio pengangguran di Inggris mencapai 5,8 persen. Di Rusia, beberapa perusahaan yang beroperasi di wilayah Rusia sepakat untuk melakukan PHK dan merumahkan sedikitnya 200.000 pegawai tahu depan. Di Cina, pabrik pembuat mainan di Cina yang mengekspor produknya ke Amerika Serikat, seperti Mattel dan Disney, harus menutup pabriknya akibat krisis keuangan global. Akibatnya, 6000 orang karyawan di PHK. Di Hongkong pengangguran melonjak menjadi 3,5 persen. Adapun rasio pengangguran di negara yang meggunakan Euro mencapai 7.5%, Jerman 7.5%, Jepang 4% dan Tiongkok 4% dan negara-negara lainnya di barat ataupun di timur tengah ramai melakukan PHK masal.
International Labour Organization (ILO) memperkirakan, jumlah pengangguran di seluruh dunia akan mencapai 210 juta pada akhir 2009. Jumlah itu meningkat sekitar 20 juta orang jika dibandingkan dengan pengangguran pada 2007, yang mencapai 190 juta orang. Peningkatan itu disebabkan maraknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda banyak industri besar di seluruh dunia.
Di dalam negeri, ekspor barang-barang dari Indonesia menurun karena permintaan dari negara-negara maju yang juga menurun. Bahkan ada yang menghentikan kontrak pembelian produk-produk industri garmen-tekstil, kayu dan produk perkebunan dari Indonesia. Akibatnya, pabrik harus menurunkan kapasitas produksinya, ada yang sampai 40%. Pukulan lain adalah kemungkinan suku bunga pinjaman dalam negeri juga bergerak naik. Akibatnya, cicilan pokok dan bunga kredit perusahaan akan semakin membebani dan perusahaan pun tak mampu untuk bertahan. Buntutnya adalah rasionalisasi dalam bentuk PHK ratusan ribu karyawan industri padat karya di berbagai wilayah pertekstilan Pulau Jawa serta perkayuan Riau dan Kalimantan.
Pemerintah Indonesia, melalui Menkeu/Pejabat Menko Perekonomian Sri Mulyani, menyatakan bahwa dampak krisis ekonomi dunia terhadap perekonomian Indonesia akan berlanjut hingga satu tahun mendatang. Saat ini krisis ekonomi global sudah mulai berdampak pada sektor riil. Data dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan saat ini 1.396 pekerja sudah di-PHK dan rencananya sekitar 20.930 pekerja juga akan di-PHK. Selain itu, sekitar 1.025 pekerja sudah dirumahkan dan 18.891 pekerja lagi akan mengalami nasib yang sama. Konsekuensinya, tentu jumlah penganggur di Indonesia akan terus bertambah.
Menurut Sofyan Wanadi, ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), puncak PHK massal diperkirakan akan terjadi pada pertengahan 2009. Setidaknya, 500 ribu hingga 1 juta orang akan kehilangan pekerjaannya hingga pertengahan tahun depan. Menurutnya, saat ini beberapa perusahaan sudah mulai merumahkan beberapa pekerjanya. Namun, PHK massal akan mulai terasa mulai Januari atau Februari 2009. Sektor industri yang paling terkena dampaknya adalah industri yang padat karya seperti industri tekstil, sepatu, UKM, dan industri makanan-minuman. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bersama industri sepatu, misalnya, sudah mengalkulasi pengurangan tenaga kerja sekitar 10% dari total sekitar 2,5 juta pekerja saat ini. Industri lain, seperti industri makanan dan minuman, industri elektronik, juga industri otomotif kurang lebih sudah punya hitungan serupa.
Akar Persoalan PHK
Gelombang PHK yang terjadi saat ini tidak lain merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis karena lemahnya struktur ekonomi pasar yang dianut. Akibatnya, ia tidak mampu menahan gejolak negatif di berbagai sektor hanya gara-gara krisis kredit perumahan. Akhirnya, perekonomian dunia melemah, perusahaan mengalami kerugian triliunan dolar dan kas negara pun habis terkuras. Dalam sistem ekonomi pasar Kapitalisme, lembaga perbankan dan keuangan merupakan pintu utama arus permodalan ke berbagai sektor perekonomian. Namun, dana tersebut lenyap begitu saja di sektor non-riil. Lembaga perbankan dan keuangan pun akhirnya lumpuh. Kelumpuhan tersebut mengakibatkan terhentinya proses produksi dan sekaligus mematikan daya beli perusahaan-perusahaan, khususnya di negara maju, termasuk terhadap barang-barang impor. Pertumbuhan ekonomi pun terus merosot sampai ke titik nol. Perusahaan-perusahaan di negara-negara pengekspor, termasuk Indonesia, yang men-supply berbagai kebutuhan ke negara-negara maju—seperti tekstil dan produk tekstil—akhirnya menurunkan kapasitas produksinya sekaligus mengurangi/merumahkan tenaga kerjanya.
Yang lebih mengerikan lagi adalah efek samping dari gelombang PHK massal ini seperti yang dikatakan oleh Harvey Brenner. Menurutnya, setiap 10 persen kenaikan penganggur, kematian naik 1,2 persen, serangan jantung 1,7 persen, bunuh diri 1,7 persen, dan harapan hidup berkurang 7 tahun.
Solusi Islam
Dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara (Khilafah), PHK sangat kecil sekali kemungkinannya bakal terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam yang dianut adalah penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya. Ekspor bukan lagi tujuan utama hasil produksi. Sebab, sistem mata uangnya juga sudah sangat stabil, yaitu dengan menggunakan standar emas (dinar dan dirham). Dengan demikian, negara tidak membutuhkan cadangan devisa mata uang negara lain karena semua transaksi akan menggunakan dinar/dirham atau dikaitkan dengan emas.
Negara juga akan menerapkan sistem transaksi hanya di sektor riil dan menghentikan segala bentuk transaksi ribawi dan non riil lainnya. Dengan begitu, perputaran barang dari sektor riil akan sangat cepat dan tidak akan mengalami penumpukkan stok. Penawaran dan permintaan bukanlah indikator untuk menaikkan/menurunkan harga ataupun inflasi, karena jumlah uang yang beredar stabil sehingga harga akan stabil. Negara pun tidak perlu repot-repot mengatur jumlah uang beredar dengan menaikkan/menurunkan suku bunga acuan seperti yang dilakukan negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Negara hanya akan memantau dan memastikan kelancaran proses distribusi barang dan jasa agar segala kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, negaralah yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Dengan demikian, jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan, akan terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, daya beli masyarakat akan sangat kuat dan stabil. Harga tinggi bukan merupakan persoalan dalam sistem ekonomi Islam. Dengan terpenuhinya kebutuhan individu, pola hidup masyarakat pun menjadi lebih terarah. Mereka tidak lagi terperangkap dalam pola hidup individualis, dengan bersaing dan harus menang, dengan menghalakan segala cara.
Pemerintah saat ini sepertinya telah kehabisan akal sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulangi masalah PHK massal tersebut, kecuali hanya wait and see saja. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan oleh Pemerintah untuk menghadapi krisis global ini.
Sudah waktunya bagi Pemerintah dan masyarakat untuk memilih jalan keluar terbaik dari permasalahan ini. Caranya adalah dengan mengambil jalan yang ditawarkan Islam, yakni dengan menerapkan sistem ekonomi Islam sekaligus menerapkan sistem pemerintahan Islam. Tanpa itu, kita akan terus menderita akibat berbagai persoalan hidup yang tidak pernah berakhir.
Apakah sisem Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Selasa, 09 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Posting Komentar