“Bagaimanapun juga Islam harus dihadapi, karena semua yang menguntungkan Islam di Kepulauan ini akan merugikan kekuasaan Belanda… Kristenisasi merupakan faktor penting dalam proses penjajahan (Alb C. Kruyt (tokoh Nederlands bijbelgenootschap) dan OJH Graaf van Limburg Stirum)
Ada yang selalu berulang pada bulan Desember, semarak perayaan natal di mana-mana. Di bulan ini Indonesia yang mayoritas Islam , bak kan negeri di Eropa. Di toko-toko, supermarket, perusahaan swasta, sampai instansi pemerintahan hari natal disambut dengan meriah. Acara tv pun dipenuhi dengan film, dokumentar, talkshow, berita, entertainment yang bertemakan natal.
Tentu saja bagi yang pemeluk agama Nashrani sah-sah saja merayakan natal. Tapi ‘memblow up’ demikian rupa kegiatan Natal , apa tidak menyakitkan umat Islam. Lihat saja di super market yang tentu saja mayoritas pengunjungnya umat Islam disuguhi lagu-lagu natal terus menerus. Tidak hanya itu karyawan sampai satpam yang kita yakin mayoritas Islam pun ‘dipaksa’ pakai atribut Natal seperti topi Santa Claus. Dimana toleransi pemilik TV yang memang mayoritas beragama kristen ? Umat Islam disuguhi terus menerus dengan tema-tema Natal. Ini tentu saja harus kita protes.
Bagi Umat Islam sendiri, merayakan natal jelas diharamkan. Sebab , perayaan Natal adalah bagian dari ibadah umat Nashrani. Syariat Islam sendiri dengan tegas melarang umat Islam mengikuti tata acara hidup pemeluk agama Yahudi dan Nasharani. Apalagi merayakan kegiatan ibadah mereka .
Fatwa dikeluarkan Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1981, isinya sudah sangat jelas . Antara lain menyatakan: (1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram (2) agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.
Disamping itu ‘kasih sayang’ pun menjadi tema utama yang sering didakwahkan pemeluk kristen dalam bulan ini. Lagi-lagi, adalah hak pemeluk kristen mengangkat tema ini. Yang kita tantang adalah ‘kasih sayang’ kemudian menjadi kedok untuk memurtadkan umat Islam. Atas nama menyebarkan kasih sayang dibuat acara yang memberikan bantuan kepada umat Islam untuk kemudian dimurtadkan. Ini tentu kita protes.
Seperti yang terjadi di Bekasi baru-baru ini , dengan topeng Bekasi Berbagi Bahagia (B3), tapi ternyata isinya adalah kegiatan terselubung pemurtadan. Acara dimulai dengan hiburan, kemudian para peserta yang mayoritas Islam diceburkan ke kolam renang buatan, mirip ritual pembaptisan . Di akhir acara, para pengunjung diajak berdoa dengan menyebut-nyebut nama Jesus.
Tema menyebarkan ‘kasih-sayang’ ini pun kehilangan maknanya kalau kemudian diartikan sebatas kegiatan sosial gereja membagi-bagikan sembako murah atau memberikan pendidikan murah bagi rakyat miskin. Sementara Gereja cendrung mendiamkan akar persoalan dari kemiskinan di masyarakat yakni penerapan sistem kapitalisme. Padahal kapitalisme penyebab sistematis kemiskinan masyarakat.
Apalagi kalau gereja malah didanai oleh negara-negara Kapitalis dan perusahaan-perusahaan global kapitalisme yang rakus. Bantuan dana yang digunakan untuk memurtadkan umat Islam, justru sebenarnya berasal dari kekayaan alam umat Islam yang dirampok oleh negara-negara Kapitalis itu.
Makna ‘kasih sayang’ gereja pun semakin dipertanyakan ketika gereja gagal menghentikan pembantaian manusia yang menjadi bencana kemanusiaan yang dilakukan oleh negara-negara kapitalis rakus di dunia termasuk di negeri Islam. Pesan kasih sayang gereja pun menjadi hambar. Ketika gereja gagal menghentikan pembantaian di Irak, Afghanistan, Palestina, yang dilakukan negara-negara Kapitalis.
Apalagi kalau tindakan pembantaian itu dilakukan dengan motif agama , sungguh dipertanyakan. Esther Kaplan dalam bukunya With God on Their Side: How Christian Fundamentalists Trampled Science, Policy, and Democracy in George W. Bush’s White House, (New York: The New Press, 2004), hal. 5), menulis bagaimana sejak Bush berkuasa di gedung putih secara rutin dilakukan studi Bible mingguan yang dihadiri lebih dari setengah staff Gedung Putih. Tidak mengherankan kalau berkali-kali Bush mengatakan kebijakannya dalam pemerintah di pengaruhi oleh ajaran kristen.
Berkaitan dengan Irak Bush mengatakan Tuhan mengatakan dia untuk menyerang al Qaida dan Saddam Husain : “God told me to strike at al-Qaeda and I struck them, and then he instructed me to strike at Saddam, which I did, and now I am determined to solve the problem in the Middle East.”
Sayangnya saat bertemu dengan Bush , Paus tidak secara terbuka mengecam kebijakan AS di negara-negara tersebut yang oleh banyak pihak justru dianggap menjadi pangkal utama krisis di kawang tersebut . Hal ini tentu amat disayangkan. Padahal seharusnya Paus bicara lantang menentang kebijakan penjajahan AS di Irak. Seruan perdamaian Paus ditanggapi skeptis oleh banyak pihak.
Paus yang dianggap tokoh perdamaian tersebut tidak bisa menghentikan perang. Bahkan sekadar melarang tentara Italia pergi bersama AS memerangi umat Islam di Irak Paus tidak bisa. Paus dan Gereja juga tidak bisa berbuat banyak menghentikan praktik-praktik diskriminasi terhadap umat Islam di Eropa, seperti larangan jilbab di Prancis, meskipun Paus mengecamnya
Kegagalan gereja bisa dimengerti, karena Paus dan Gereja hanya bergerak dalam tataran spritual dan moral saja. Padahal berbagai persoalan manusia seperti perang, kemiskinan, konflik, atau kerusakan moral tidak bisa diselesaikan hanya dengan seruan-seruan spritual dan moral saja.
Pangkal persoalan dari semua itu adalah sistem Kapitalisme sekular yang rusak. Karenanya harus ada perubahan ideologi sistem dunia saat ini. Penjajahan seperti di Irak, Afganistan, maupun Palestina, misalnya, jelas harus dilawan dengan perang/jihad terhadap sang penjajah, bukan sekadar dihadapi dengan seruan moral.
Paus dan Gereja terjebak dalam berbagai kontradiksi yang membingungkan sekaligus menurunkan wibawa mereka sendiri. Di satu sisi Gereja menentang perang yang dilakukan oleh negara-negara kapitalis, di sisi lain Gereja hidup di bawah dukungan negara-negara kapitalis. Tentu sulit membayangkan dari mana dana Gereja yang demikian besar jika tidak didukung oleh perusahan-perusahan kapitalis dan negara-negara kapitalis yang mengeksploitasi kekayaan alam Dunia Ketiga, terutama Dunia Islam, secara rakus.
Lalu pemimpin seperti apa yang dibutuhkan dunia saat ini? Tidak lain pemimpin yang tidak hanya menyerukan perdamaian, tetapi juga bisa mewujudkan perdamaian. Dia adalah Khalifah, pemimpin tertinggi kaum Muslim, dengan sistem Khilafah-nya. Khalifahlah, dengan sistem Khilafah-nya, yang secara kongkret akan mampu menyelamatkan dunia dengan Islam;
Sejarah telah membuktikan, pada masa lalu, Khalifah kaum Muslim pada masa Khilafah Utsmaniyah pernah memberikan bantuan pangan kepada rakyat Amerika pada abad ke-18 yang mengalami kelaparan setelah perang panjang melawan Inggris. Khalifah kaum Muslim pada masa Khilafah Utsmaniyah juga pernah melindungi Raja Swedia dan berbuat baik kepada Raja Prancis yang meminta perlindungan pada Khilafah.Khilafah Utsmaniah juga pernah melindungi rakyat Aceh dari penjajahan Portugis dengan mengirim ekspedisi militer besar di bawah laksamananya, Kortoglu Hizier Reis.
Walhasil, ketika agama hanya sekedar menyerukan kasih kasih sayang membantu orang miskin, tapi tidak menghentikan kapitalisme yang menjadi sumber kemiskinan, berarti agama telah gagal. Termasuk ketika agama tidak bisa menghentikan penjajahan kapitalisme yang menimbulkan bencana kemanusiaan, agama tersebut juga telah gagal. Dan ketika agama itu kemudian berkoalisi dengan negara-negara kapitalis penyebar perang , kasih sayang telah menjadi alat imperialisme . ‘Imperialisme kasih sayang’ untuk kepentingan negara kapitalis justru lebih mengerikan .
Jumat, 26 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar