KPU Jawa Timur telah memutuskan bahwa pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur (Jatim) putaran kedua yang digelar 4 November 2008 adalah pasangan nomor 5, yaitu pasangan KarSa (Dr Soekarwo SH M Hum dan Drs H Saifullah Yusuf). Pasangan ini akhirnya mampu mengalahkan saingannya di putaran kedua yaitu pasangan KaJi (Hj Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono).
Pilkada Jatim kali ini cukup menarik karena beberapa hal. Pertama ini adalah pilkada gubernur secara langsung yang dilakukan oleh warga Jawa Timur. Kedua, dalam penentuan pemenangnya Pilkada Jatim harus dilakukan secara dua putaran, karena setelah putaran pertama yang diikuti oleh 5 pasang calon, pemenang saat itu (yang kebetulan sama dengan pemenang putaran dua) yaitu pasangan KarSa tidak mencapai batas minimum 30%.
Menurut Pasal 107 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No 32/2004 menyebutkan apabila tidak ada pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30 persen dari jumlah suara sah maka harus dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.
Hal ketiga, pertarungan tahap kedua ini mempertemukan 2 tokoh nasional yang 'turun gunung' yang bercita-cita untuk membangun propinsi kelahirannya. Khofifah merupakan mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Persatuan Nasional era Presiden Gus Dur (1999-2001) dan Saifullah Yusuf merupakan mantan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal di Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2007).
Hal terakhir yang membuat Pilkada Jatim kali ini sangat menarik untuk disimak adalah perbedaan nilai akhir antar kedua pasangan yang sangat tipis. Hanya sekitar 0,4%. Menurut hasil penghitungan manual yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, pasangan KarSa memperoleh 50,2% dan pasangan KaJi memperoleh 49,8% suara.
Pertanyaan selanjutnya apakah cerita Pilkada Jatim berhenti sampai disini?
Quick Qount
Beberapa pihak coba membandingkan hasil penghitungan manual KPU dengan hasil quick count yang dipublikasikan oleh beberapa lembaga survei. Lembaga-lembaga survei tersebut menyebutkan bahwa pasangan KaJi akan memperoleh suara sekitar 50,4%,
sedangkan pasangan KarSa sedikit berada dibawahnya, yaitu sekitar 49,6%.
Pada saat bersamaan, lembaga survei tersebut juga mengatakan bahwa dalam melakukan quick count, pasti akan timbul adanya error. Dan margin of error yang timbul akibat melakukan survei ini adalah plus minus 1%, yang berarti akan mentolerir perbedaan nilai sekitar 2 persen.
Sebagai contoh, ketika pasangan KaJi diprediksi akan memperoleh 50,4% suara maka dengan margin of error plus minus 1% maka secara statistik rentang suara dari pasangan KaJi adalah 48,6% sampai dengan 51,4%. Begitu pula dengan kemungkinan suara akhir dari pasangan KarSa, berkisar antara 48,6% sampai dengan 50,6%.
Dalam tataran ilmu statistika tidak ada yang salah dari hasil quick count tersebut.
Karena lembaga-lembaga survei tersebut juga telah mengatakan bahwa mereka tidak dapat menyimpulkan pasangan mana yang terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2008-2013. Dan terbukti, hasil perhitungan manual yang dilakukan KPU juga jatuh dalam selang plus minus 1% tersebut.
Pelajaran tak kalah pentingnya dari hasil quick count ini adalah bagaimana masyarakat awam tidak hanya membaca angka hasil quick count sebagai angka mati/mutlak.
Langkah Hukum
Kita patut mengapresiasi pasangan KaJi yang melakukan langkah hukum dengan mangajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Langkah hukum memang harus dikedepankan bagi pihak-pihak yang merasa keberatan dengan hasil Pilkada.
Tantangan selanjutnya adalah ketika Mahkamah Konstitusi telah membacakan keputusannya, yang berarti bersifat tetap dan mengikat, kedua pasang kandidat harus ikhlas untuk menerimanya.
Toh juga sebelum dimulainya pilkada, semua kandidat sudah berikrar 'Siap Menang dan Siap Kalah'. Semua orang pasti berharap jangan sampai permasalahan pilkada di Maluku Utara menular ke Jawa Timur.
Di sinilah puncak ujian dari jiwa kenegarawanan dan kedewasaan sikap dari kedua pasang kandidat. Sambil menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi, ada baiknya kedua pasang kandidat proaktif untuk menyerukan perdamaian bagi pendukungnya masing-masing. Masyarakat di akar rumput sangat rentan dengan adu domba, yang dengan mudahnya menyulut konflik horizontal antar kedua pendukung.
Pelajaran dari Pilpres Amerika
4 November 2008, saat rakyat Jawa Timur melakukan pilkada. Saat bersamaan di Amerika juga melakukan pemilihan presiden. Maka tak ada salahnya juga ketika kita mengambil keteladanan dari sikap John McCain, kandidat dari Partai Republik yang dinyatakan kalah.
Malam harinya dengan besar hati John McCain langsung mengakui kekalahannya di depan pendukungnya yang terlihat jelas tidak bisa menerima kekalahannya itu. Sangat jelas bagaimana McCain harus menenangkan teriakan 'huuu' dari pendukungnya ketika McCain mengucapkan selamat kepada mantan rivalnya itu.
Sangat luar biasa. McCain yang berusia lebih tua seperempat abad dari Obama tak canggung untuk mengakui kekalahannya mengajak pendukungnya untuk bersama-sama membantu Obama. Suatu sikap yang sangat langka yang dilakukan oleh pasangan yang kalah di pilkada yang selama ini terjadi di negeri ini.
Apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi harus dihormati oleh seluruh pihak. Siapa pun pemenangnya nanti harus bersungguh-sungguh menjalankan amanat yang sudah dititipkan oleh masyarakat.
Bagi pasangan yang belum beruntung mari tunjukkan keindahan dalam berdemokrasi. Akui kekalahan dengan lapang dada. Jangan membuat pernyataan-pernyataan yang bisa membuat panas suhu politik.
Jangan ada lagi kerusuhan-kerusuhan yang ujung-ujungnya kontraproduktif bagi masyarakat Jawa Timur. Toh siapa pun pemenangnya nanti mereka memiliki tujian mulia juga untuk mensejahterakan Jawa Timur.
Rabu, 26 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar