Minggu, 30 November 2008

50 Persen Kaum Muda Penderita HIV/AIDS Berstatus Pelajar


Sekitar 50 persen kaum muda usia 5 - 25 tahun penderita HIV/AIDS di Kota Pontianak masih berstatus pelajar.
“Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat sekitar 40 persen penderita HIV/AIDS di Kota Pontianak adalah kalangan usia muda,” kata Ketua Harian Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kota Pontianak, Tony Heryanto di Pontianak.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, jumlah penderita HIV positif di Kota Pontianak sejak 1993 hingga Oktober 2008 sebanyak 732 kasus, AIDS 548 kasus dengan kematian 99 orang.
Ia menambahkan, para pelajar yang terkena HIV/AIDS tersebut umumnya ditulari dari kalangan pecandu yang menggunakan jarum suntik secara bergantian.
“Angka yang muncul seperti fenomena gunung es,” kata Tony Heryanto yang juga Sekretaris Daerah Kota Pontianak itu. Artinya, yang terlihat hanya di permukaan saja padahal yang belum terungkap jumlahnya jauh lebih banyak.
Menurut dia, peningkatan kegiatan pengamatan dan pengawasan terhadap kalangan yang beresiko tinggi mampu mengungkap berbagai kasus HIV maupun AIDS lebih banyak.
“Adanya klinik tes dan konsultasi secara gratis misalnya salah satu bentuk pengamatan dan pengawasan,” kata dia.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap HIV/AIDS, dengan melakukan sosialisasi terutama kepada pelajar dan kalangan beresiko tinggi.
“Nara sumbernya tentu orang-orang yang berkompeten dan mengalami sendiri terkena virus yang belum ada obatnya itu,” kata Tony Heryanto.
Menyambut peringatan Hari AIDS internasional yang dilakukan setiap tanggal 1 Desember, sekitar 400 orang peduli HIV/AIDS menggelar konvoi kendaraan roda dua dan mobil jenis jeep di seputar Kota Pontianak.
Mereka berkumpul di halaman Matahari Mall Jalan Jenderal Urip Pontianak, Sabtu (29/1) sore. Selanjutnya menuju Tugu Deugulis di Jalan Akhmad Yani Pontianak untuk membagikan selebaran tentang HIV/AIDS.

Jumat, 28 November 2008

Khutbah Idul Adha 1429 H

بسم الله الرحمن الرحيم

BERKORBAN DEMI TEGAKNYA ISLAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.

الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!


Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:
Hari ini, umat Islam di seluruh dunia telah disatukan oleh Allah sebagai satu umat. Mereka merayakan hari Raya Idul Adhha bersama-sama sebagai umat Islam, bukan sebagai bangsa Arab, Afrika, Eropa, Amerika, Australia maupun Asia. Mereka merayakan hari agung dan suci ini sebagai satu umat, yang diikat oleh akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Dan diatur dengan hukum yang sama, yaitu hukum Islam.
Namun sayangnya, kesatuan mereka sebagai umat ini hanya sesaat. Sebab, begitu mereka selesai mengerjakan shalat Idul Adhha, kesatuan itu pun sirna. 1,4 milyar umat Islam yang kini tengah merayakan Idul Adhha itu pun kembali menjadi buih, dan tidak berdaya menghadapi penistaan demi penistaan yang terus menghampiri mereka.
Lihatlah, untuk menjaga kehormatan dan kesucian Nabi Muhammad dan keluarga baginda, yang terus-menerus dihina dan dinistakan saja mereka tidak mampu. Paling-paling mereka hanya bisa mengutuk, mengecam, memprotes atau menuntut agar penguasa negeri kaum Muslim itu menyeret dan mengadili pelakunya. Tetapi, apakah seruan itu pernah didengarkan? Tentu saja tidak. Karena para penguasa mereka tidak pernah menjadi penjaga agama mereka. Tidak pernah menjadi pembela kehormatan Nabi mereka. Bahkan, menjadi penjaga wilayah mereka sendiri pun tidak. Sebaliknya, mereka malah bahu-membahu dengan kaum Kafir penjajah agar bisa menduduki dan menguras kekayaan alam negeri-negeri mereka.
Lihatlah, andai bukan karena bantuan para penguasa yang berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam, tentu AS dan sekutunya tidak akan bisa menduduki Irak dan Afganistan. Israel juga tidak akan bisa terus-menerus mengangkangi tanah suci Palestina, yang diberkati oleh Allah. Pakistan juga tidak bisa diobrak-abrik dan diobok-obok oleh AS; sehingga AS, dengan leluasa menjalankan operasi penculikan dan pembunuhan orang-orang yang dianggap bisa mengancam eksistensinya. Allahu akbar.
Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus begini? Apa yang menyebabkan kondisi umat yang dinyatakan oleh Allah sebagai umat terbaik ini begitu menyedihkan?; sampai seluruh kehormatan mereka dinodai di depan mata mereka, siang dan malam, mereka pun tak kuasa membelanya.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:
Kondisi ini sudah diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw. Dalam sabdanya, 14 abad yang lalu, baginda menyatakan:

«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ»

“Nyaris saja umat-umat itu mengerumuni kalian sebagaimana mereka mengerumi makanan di atas nampan. Ada yang bertanya, ‘Apakah karena jumlah kita yang saat itu memang sedikit?’ Baginda Nabi menjawab, ‘Tidak. Justru kalian ketika itu jumlahnya banyak, tetapi kalian ibaratnya seperti buih yang diombang-ambingkan gelombang. Allah benar-benar akan mencabut dari dada-dada musuh kalian perasaan segan terhadap diri kalian. Sementara Allah benar-benar akan tanamkan ke dalam benak kalian penyakit wahn.’ Ada yang bertanya, ‘Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?’ Baginda menjawab, ‘Mencintai dunia, dan takut akan kematian.’” (H.r. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Penyakit wahn inilah yang menjangkiti umat Islam, sehingga mereka kehilangan haibah (wibawa), sebaliknya mereka justru menjadi penakut dan pengecut. Bandingkan dengan sikap generasi emas terdahulu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap Khalid bin Walid terhadap Hurmuz:

«أَمَّا بَعْدُ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَعْقِدُ لِنَفْسِكَ وَلِقَوْمِكَ الذَِّمَّةَ، وَأُقَرِّرُ بِالْجِزْيَةِ، وَإِلاَّ فَلاَ تَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَكَ، فَقَدْ جِئْتُكَ بِقَوْمٍ يُحِبُّوْنَ الْمَوْتَ كَماَ تُحِبُّوْنَ الْحَيَاةَ»

“Amma ba’du, masuk Islamlah kamu, maka kamu pun akan selamat. Aku telah mengikatkan jaminan untuk dirimu dan kaummu. Aku juga telah menetapkan jizyah. Jika kamu tidak mau, maka jangan sekali-kali menyesal, kecuali meratapi dirimu sendiri. Aku sungguh telah membawa kepadamu suatu kaum yang lebih mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”

Allahu Akbar, itulah rahasia kekuatan dan haibah (wibawa) pasukan Khalid bin Walid, generasi emas yang pernah dilahirkan oleh baginda Rasulullah saw. Inti dari kekuatan mereka adalah kesediaan mereka untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang mereka miliki; harta, keluarga, bahkan jiwa dan raga mereka. Dengan pengorbanan itulah mereka begitu menikmati kematian, sebagaimana orang-orang Kafir menikmati kehidupan. Tidak ada rasa takut dan gentar sedikit pun.
Mengapa kematian itu begitu mereka rindukan? Karena, di sanalah mereka mendapatkan kebaikan di sisi Rabb-nya, jannah an-na’im (surga dengan segala kenikmatannya). Pandangan mereka nun jauh ke akhirat; pada surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala adzab dan siksanya, itulah yang menghidupkan hati mereka, yang membentuk ketakwaan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:
Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail —’alaihima as-salam— dihadirkan oleh Allah kepada kita untuk menjadi ibrah, bagaimana ketataan seorang Ibrahim dan Ismail kepada Tuhannya; yang membuat mereka dengan suka-rela mengorbankan milik mereka yang paling berharga. Ibrahim bersedia menyembelih putranya, sementara Ismail dengan rela, tanpa keberatan sedikit pun, bersedia disembelih oleh ayahandanya tercinta. Ini semua, dilakukan demi membuktikan ketaatan mereka kepada Tuhannya.
Apakah fragmen seperti ini hanya ada di dalam kisah-kisah al-Quran? Ataukah pernah ada dalam kehidupan nyata umat Islam? Ternyata, fragmen seperti itu juga telah ditunjukkan dalam kehidupan nyata umat terbaik ini. Adalah Muhaishah, sahabat Rasulullah saw. yang mengikuti perintah baginda untuk membunuh seorang Yahudi dalam sebuah peperangan. Yahudi yang dibunuhnya itu tak lain adalah pedagang yang biasa memberi pakaian kepadanya. Kakak Muhaishah, yang belum memeluk Islam, yaitu Huwaishah marah kepada Muhaishah, adiknya, seraya memukul dan menghardiknya, ”Apakah kamu membunuhnya? Demi Allah, makanan di dalam perutmu itu berasal dari hartanya.” Muhaishah pun menjawab, ”Demi Allah, sekiranya orang yang memerintahkan aku untuk membunuhnya, memerintahkan aku untuk membunuhmu, pasti aku akan penggal lehermu.” Huwaishah bertanya lagi dengan nada heran, ”Demi Allah, kalau Muhammad memerintahkan kamu membunuhku, kamu akan membunuhku?” Muhaishah menjawab dengan tegas, ”Benar.” Padahal, mereka adalah kakak-beradik. Allahu Akbar. Inilah manifestasi ketaatan yang mereka tunjukkan. Inilah ketaatan generasi emas para sahabat Rasulullah saw.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:
Jika pada yaum Nahr (hari berkurban) ini, menyembelih hewan kurban di tanah suci bagi jamaah haji, pahalanya oleh Allah dihitung sebanyak tiap helai bulunya, maka bagaimana dengan pengorbanan total yang kita berikan kepada Allah sebagai manifestasi dari ketaatan kita dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam?
Jika hari ini, jamaah haji yang tengah mengenakan pakaian ihram harus rela menahan sengatan panas matahari, sejak di Arafah, Muzdalifah sampai ke Mina, dengan keringat dan bau badan yang mengalir dari tubuh mereka, dan terhadap semuanya itu mereka dilarang untuk menutup kepala dan memakai wangi-wangian, karena kelak Allah akan membangkitkan mereka sebagai orang yang memenuhi panggilan-Nya (mulabbiyah). Jika karena ketaatannya, jamaah haji mendapatkan kemuliaan yang luar biasa, maka bagaimana dengan para pengemban dakwah, yang menghabiskan waktunya untuk berdakwah, berjalan di bawah terik matahari, siang-malam hidupnya untuk melakukan kontak dakwah, hari-harinya dihabiskan di perjalanan, hartanya pun habis dibelanjakan di jalan Allah, tentu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang jauh luar biasa. Karena mereka bukan hanya menjalankan ketaatan untuk diri mereka sendiri, sebagaimana jamaah haji, tetapi ketaatan yang juga bisa ditebarkan kepada orang lain. Itulah kehidupan para pengemban dakwah. Pantaslah, jika karena jerih payahnya itu, apa yang mereka lakukan dinyatakan oleh Nabi lebih baik daripada terbitnya matahari dan bulan. Allahu Akbar 3x.
Inilah buah dari pengorbanan yang lahir dari ketaatan, ketakwaan dan pandangan jauh ke akhirat itu. Orang-orang yang taat ketika dipanggil oleh Allah, Rabb mereka, mereka pun menjawab:

«لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ»

”Hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah, hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Bagi mereka, tidak ada kata lain, kecuali: Sami’na wa atha’na; kami dengar, dan kami taat. Mereka tidak lagi memilih-milih, karena tidak lagi ada pilihan bagi mereka di hadapan perintah dan larangan Allah, kecuali patuh. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً ﴿٣٦﴾

”Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nyat telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.s. al-Ahzab [33]: 36)

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:
Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya?
Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, kita pun segera meninggalkannya. Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum-Nya, kita abai? Mengapa ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem ekonomi berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak menunaikannya? Begitu pun ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak melaksanakannya? Bukankah kita tahu, bahwa hanya dengan hukum-hukum-Nya kehidupan kita akan menjadi lebih baik, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat? Bukankah kita juga tahu, bahwa tanpa sistem pemerintahan Islam yang mampu mempersatukan umat, yakni Khilafah Islamiyah, umat ini menjadi lemah dan hina? Mereka tidak berdaya membela kehormatan mereka.
Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan? Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri.
Lihatlah, kondisi politik, ekonomi, militer, sosial, budaya dan semua bidang kehidupan umat Islam saat ini. Semuanya dalam kondisi yang terpuruk. Kehidupan mereka dikuasai, dikontrol, disetir dan dijajah oleh musuh-musuh mereka. Kita hanya jadi pengekor yang tunduk dan patuh kepada orang-orang Kafir penjajah. Lihatlah, berapa ratus triliun rupiah telah dihabiskan untuk melaksanakan sistem demokrasi, yang nyatanya tidak membawa kebaikan bagi kehidupan mereka. Lihatlah ide-ide HAM, liberalisme, sekularisme, kapitalisme, dan segala isme-isme yang lain, yang jelas bertentangan dengan Islam, justru diterapkan oleh umat ini, karena mengekor orang-orang Kafir penjajah? Kita rela tunduk dan patuh kepada musuh Allah, Rasul-Nya dan orang Mukmin, sebaliknya rela mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadilah kita umat yang hina. Terpuruk dalam kenistaan, kemiskinan, dan kebodohan. Jadilah kita korban keserakahan mereka hingga nyawa pun tidak ada harganya. Nyawa umat Islam begitu murah. Justru ketika Nabi telah menitahkan dalam Haji Wada’:

«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ»

”Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan kalian adalah merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari ini, di bulan ini dan di negeri ini.”

Tapi, lihatlah apa yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, Kashmir, Moro, Pattani dan tempat lainnya menjadi bukti. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kita masih tetap bergelimang dalam murka-Nya, karena dosa-dosa kita. Inilah kondisi terburuk umat Islam sepanjang sejarah.

Allahu Akbar 3x wa lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah,
Marilah kita tengok kondisi kaum Muslim di dalam negeri. Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, hanya tersisa banyaknya jumlah saja. Bagaimana mungkin kita bangga sebagai Muslim kalau melarang dan membubarkan Ahmadiyah yang jelas sesat dan kafir saja tidak bisa? Apa yang tersisa dari identitas Islam kita, kalau melarang pornografi dan pornoaksi saja tidak bisa? Orang menikah dengan cara yang sah diteriaki, dihujat dan dikriminalkan; sementara orang yang berzina dan kumpul kebo dibiarkan. Ketika anak gadis kecil menikah, dipersoalkan karena dianggap mengambil haknya sebagai anak, tetapi ketika seorang perempuan rela hidup serumah tanpa tali pernikahan, tidak pernah dikatakan dilanggar hak keperempuan, hak keisterian dan hak pernikahannya. Inilah paradok perjuangan para pejuang HAM dan aktivis feminis. Belum lagi problem kemaksiatan lain, seperti korupsi, pembunuhan tanpa hak, perjudian, narkoba, suap, pemurtadan, praktik ekonomi ribawi, politik oportunistik yang tumbuh sebagai kejahatan sistemik. Maksiat yang terbesar adalah ditinggalkannya syariah Islam sekaligus diterapkannya hukum Kufur hingga menjadikan semua kaum Muslim di negeri ini telah maksiat berjamaah. Seolah kita pun tidak takut lagi, bahwa fitnah itu akan menyapu bersih siapa pun yang hidup di negeri penuh maksiat ini, tanpa kecuali, sebagaimana yang diingatkan oleh Allah:

وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾

”Takutlah kalian terhadap fitnah yang sekali-kali tidak hanya akan menimpa orang yang zalim di antara kalian saja. Ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Keras siksa-Nya.” (Q.s. al-Anfal [08]: 25)

Allahu Akbar 3x walillahil hamd.

Kaum Muslim rahimakumullah.
Kita telah menyaksikan semuanya itu dengan mata kepala kita. Belum cukupkah semua keburukan dan kehinaan ini mendera kita? Masihkah kita berharap pada keburukan dan kehinaan lain yang lebih buruk lagi? Padahal Allah telah menjadikan kita umat paling mulia. Lalu di manakah kemuliaan kita sekarang?
Tidak ada lagi solusi bagi semua kehinaan dan kesengsaran kita itu, kecuali dengan kembali kepada Islam, dengan menerapkan Islam secara kaaffah. Itulah yang menjadi penentu kemuliaan kita, sebagiamana dahulu Rasulullah saw. dan para sahabatnya —radhiyallahu ’anhum— telah meraihnya. Demikian pula khulafaur rasyidin, dan generasi-generasi setelahnya.
Wahai kaum Muslim, kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, wahai kaum Muslim, hanya bisa diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariah-Nya di bawah naungan Khilafah Rasyidah ’ala Minhaj an-Nubuwwah.
Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi ibrah, dalam memberikan pengorbanan klita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkan, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:

«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ».

”Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (Hr. Ibn Hisyam)

Karena itu pula, Rasulullah saw. tidak sekadar menyampaikan risalah, tetapi juga menerapkan risalah itu dalam kehidupan nyata, sehingga baginda dinobatkan sebagai Kepala Negara Islam pertama. Negara yang baginda wariskan itulah yang disebut sebagai Khilafah, dan kepala negaranya, disebut dengan Khulafa’ (jamak dari Khalifah). Namun sayang, negara itu kini telah tiada, setelah dihancurkan oleh kaum Kafir penjajah, Inggris dan sekutunya, bekerjasama dengan Kamal Attaturk, la’natu-Llah wa al-malaikah wa ar-Rasul wa an-nas ajma’in.
Padahal, dengan Khilafah itulah kaum Muslim pernah hidup mulia. Dunia pun aman, damai, dan sejahtera di bawah naungannya selama puluhan abad. Kini, setelah Khilafah tidak ada dan dunia tengah menghadapi krisis global, Khilafah pun menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh umat manusia. Karenanya, Khilafah bukan saja cita-cita perjuangan kaum Muslim, tetapi juga seluruh umat manusia. Di saat kapitalisme sudah berada di ujung tanduk, maka kembalinya Khilafah sudah di depan mata. Sekarang tinggal kita; apakah kita akan menjadi pejuang atau pecundang? Menjadi pejuang, atau sekadar menjadi penonton? Sesungguhnya, penerapan syariah dalam naungan Khilafah, merupakan kewajiban setiap Muslim, sekaligus merupakan wujud mengurbanan hakiki kita dalam meraih kemuliaan dan keridloan Allah SWT.
Akhirnya, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberi kita kesabaran dan kekompakan, serta memungkinkan kita berperan penting dalam upaya menegakkan dan memperjuangkan negara Khilafah.

اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ والحمد لله رب العالمين.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،

اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ مِنْ عَوْدَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، وَاجْعَلْنَا، وَذُرِيَّاتِنَا مِمَّنْ أَقَامَهَا بِأَيْدِيْنَا..

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Derita Muslim Minoritas di India


Lebih kurang 2000 muslim dibunuh, diperkosa dan dibakar hidup-hidup dalam kerusuhan di Gujarat India Februari 2002 .Dimana dunia saat itu ?
Masjid Babri di Ayodhya dihancurkan oleh militan Hindu pada 1992 , dimana dunia saat itu? (jeritan muslim India)

Pasang-Surut Muslim India
Sejarah Muslim India memang mengalami pasang-surut. Masuknya Islam di Benua India India terjadi pada masa pemerintahan Kholifah Umayyah, yang mengirimkan tentara Islam di bawah pimpinan Muhammad bin Qasim al Tasqafiy pada 93 H atau 712 M. Namun sebenarnya, sebelum mengirimkan tentaranya ke India, hubungan antara India dan Negara Islam, sudah terjalin dakwah Islam ke India sejak masa Rasulullah.
Dalam buku Islam in India, Prof. Husayin Nairar menceritakan bahwa Maharaja Malabar bernama Kheraman Perumal yang memerintah daerah India Selatan, dari Kanjorakot sampai Tanjung Comorin, telah berangkat ke Arabia dan mendapat kehormatan menemui Rosulullah Saw. Sewaktu pulang kembali ke India, dia membawa tiga orang sahabat nabi sebagai utusan dakwah ke India (muballigh). Yaitu, Syarif bin Malik, Malik bin Dinar, dan Malik bin Habib. Di tangan mereka inilah berkembang dakwah Islam di India Selatan. Sayang sekali, Maharaja itu telah berpulang ke rahmatullah di tengah perjalan yaitu di Zafar.
Berikutnya, langkah perang (jihad) terpaksa dilakukan mengingat begitu kerasnya , raja-raja Hindu menghalangi dakwah Islam di India. Kefanatikan mereka terhadap kemusyrikan sungguh luar biasa. Setelah futuhat, kekuasaan Islam di sana sangat terorganisasi hingga berhasil mendirikan kesultanan di New Delhi. Namun, kesultanan itu diambil-alih Dinasti Moghul pada abad ke-16. Kekuasaan dinasti keturunan Timur Lenk ini berakhir di tangan Inggris pada 1757. Lebih dari seabad, wilayah tersebut dikuasai Inggris. Tuntutan untuk memisahkan diri dari India yang dimotori Muhammad Ali Jinnah mengkristal pada 1940 dengan dibentuknya Liga Islam. Baru pada 1947 Pakistan—yang semula bagian dari India—diakui menjadi negara tersendiri sebagai dominion dalam Persemakmuran Inggris.
Meskipun Islam belum menjadi agama mayoritas di Benua India, Islam pernah memerintah di sana. Selama era Islam di India, kondisi umat Islam dan kelompok-kelompok non-Muslim jauh lebih baik. Memang, tidak semua penguasa pada era Islam di India memerintah dengan baik. Di antara mereka, ada juga yang menyimpang dari syariah Islam dan bertindak lalim terhadap rakyatnya. Bagaimanapun, pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang dijalankan oleh manusia, yang bisa saja keliru. Di situlah letak peran rakyat , terutama ulama dan partai politik, untuk melakukan koreksi terhadap penguasa-penguasa yang menyimpang.
Namun demikian, yang jelas, berdasarkan sejarah, tidak bisa dipungkiri, bahwa selama era Islam masyarakat India mengalami peningkatan peradaban yang luar bisa. Pengaruh Islam terhadap Benua India (termasuk India sendiri) sangat besar.
Kehadiran Islam berpengaruh terhadap seluruh tatanan kehidupan orang-orang Hindu yang musyrik dan jahiliah. Pada era Islam, terdapat kebangkitan berbagai aspek kehidupan, ekonomi, pendidikan, politik, dan lainnya. Kehadiran Islam di India juga telah mendorong meningkatnya perdagangan yang tadinya lokal menjadi lebih global. Lewat pedagang-pedagang Muslim, perdagangan India menyebar ke Timur Tengah, Mongolia, dan Indonesia di Asia Tenggara. Seiring dengan berkembangnya perdagangan internasional, penyebaran dan peningkatan sains dan teknologi juga meningkat. Penemuan kincir angin ,yang pada masa itu termasuk teknologi canggih, terjadi pada era Islam. Penggunaan ubin keramik dalam berbagai kontruksi bangunan di India di pengaruhi oleh arsitektur di Irak, Iran, dan Asia Tengah. Barang pecah-belah (yang terbuat dari tanah) banyak diadopsi dari Cina yang dibawa oleh penguasa Mughal. Pada masa pemerintahannya, Sultan Abidin (1420-1470) mengirim pekerja-pekerja yang ahli ke Samarqand untuk mempelajari penjilidan dan penggunaan kertas.
Pada era Islam jugalah berkembang kota-kota industri yang terkenal hingga saat ini. Khurja dan Siwan terkenal dengan industri tembikarnya, Morabadad dengan benda-benda yang terbuat dari kuningan, Mirzapur dengan karpetnya, Firozabad dengan benda-benda gelas, Farrukhabad dengan industri percetakannya, Sahranpru dengan ukiran kayunya, Srinagar dengan ‘papier mache’ (hasil industri yang terbuat dari bubur kertas), dan lain-lain.
Dari segi bahasa, pengaruh bahasa Arab (sebagai bahasa Islam) memunculkan bahasa Urdu. Bahasa ini mempunyai nahu Prakrit dengan perbendaharaan kata Parsi, Arab, dan Turki. Ia ditulis dengan skrip Arab tetapi diubah untuk mewakili bunyi bukan Arab. Contoh-contoh perbendaharaan kata Urdu: wajib, munsyi, dll.
Pengaruh Islam juga tampak dari teknologi bangunan yang mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Mughul. Ini tampak, misalnya, pada Gedung Kabuli Bagh di Panipat, Masjid Jami’ di Sambal dan sebuah masjid di Agra. Shah Jahan merupakan ahli bangunan yang terkenal. Salah satu karyanya adalah bangunan Taj Mahal yang banyak dipengaruhi konsep dan gaya Islam
Namun demikian, masa kegemilangan tersebut berubah menjadi penderitaan saat era Islam berakhir dan penjajah Barat masuk ke India. Diawali dengan masuknya The British East Company (1600- 1858), Inggris mulai melakukan penjajahan di India. Inggris kemudian membentuk pemerintahan kolonialnya di India (1858-1947). Seruan jihad pun dilakukan oleh kaum Muslim di India untuk mengusir Inggris.
Penderitaan pun terus berlanjut pasca kemerdekaan India (1947) . Pemerintahan nasional India, yang didominasi oleh Hindu, melakukan berbagai bentuk diskriminasi terhadap umat Islam. Hal ini membuat beberapa elit politik Muslim kemudian memisahkan diri dari India dan membentuk Pakistan. Sayang, pemisahan ini ternyata tidak menyelesaikan berbagai penderitaan umat Islam di sana. Pakistan ternyata menjadi pemerintahan sekular dan didominasi oleh militer yang banyak menyengsarakan rakyatnya.

Pembantaian Massal oleh Hindu Militan
Sulit dipungkiri, ada upaya dari negara Hindu itu untuk menutupi pembantaian massal mereka terhadap umat Islam di Gujarat. Seperti yang banyak dilaporkan, sejak terjadinya kerusuhan di Gujarat Februari 2002, ribuan kaum Muslim terbunuh, diperkosa, dan dibakar hidup-hidup. Hingga saat ini, banyak di antara mereka yang masih tinggal di kamp-kamp pengungsi dengan kondisi sangat menyedihkan. sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, sekaligus bertentangan dengan ajaran Gandi tentang ajaran ahimsa; perjuanganan tanpa kekerasan. Ironisnya, Gujarat merupakan tempat Mahatma Gandhi lahir.
Disamping, pembantaian di Khasmir yang kunjung berhenti hingga saat ini, salah satu peristiwa yang sangat menyakitkan umat Islam adalah penghancuran Masjid Babri di Ayodhya oleh militah Hindu pada 1992. Penghancuran Masjid Babri ini telah memicu tewasnya ribuan kaum Muslim yang dengan gagah berani berusaha mempertahankan masjid Allah tersebut. Penghancuran masjid ini dimotori oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Athal Bihari Fajpaye saat itu berkuasa di India. Tidak berhenti sampai di sana, hingga saat ini, ekstremis Hindu tetap ‘ngotot’ untuk membangun kuil di atas reruntuhan Masjid Babri tersebut. Para Hindu ekstremis tetap ingin membangun kuil meskipun pemerintah India telah melarang. Ada kesan, pemerintah India hanya berpura-pura melarang, karena mereka tidak melakukan tindakan yang tegas kepada kelompok Hindu. Dengan kesombongannya, Asywak Sinagal, kepala kelompok Fisywa Hindu, menyatakan di hadapan pers bahwa kelompoknya akan tetap bertekad melanjutkan rencana mendirikan kuil di Ayodhya.
Memang sangat mengherankan, bagaimana dunia diam terhadap pembantaian kaum Muslim di Gujarat baru-baru ini. Amerika Serikat,yang sering berkoar-koar tentang HAM, juga tidak banyak berbuat. Padahal, dari bulan 28 Februari, gerombolan orang-orang Hindu membunuh sedikitnya 2000 Muslim di seluruh Gujarat.
Mayat yang hangus terbakar dan beberapa orang Muslim yang selamat dengan terluka, membuktikan bahwa orang Muslim dibakar hidup-hidup secara sistematis oleh orang Hindu. Berdasarkan laporan dari banyak saksi mata yang bisa dipertanggungjawabkan, wanita Muslim dan anak-anak perempuan diperkosa beramai-ramai dan kemudian dibakar hidup-hidup atau dipotong bagian-bagian tubuhnya untuk menyembunyikan bukti. Bahkan, para wanita Muslim yang sedang mengandung dibelah perutnya saat dia masih hidup. Dia kemudian menjadi saksi kematian bayi yang dikandungnya, sebelum dia sendiri meninggal dunia. Orang-orang Hindu dipersenjatai dengan senjata yang mematikan. Orang-orang Hindu juga diberikan data ‘intelijen’ yang rinci seperti daftar nama pemilih dan data harta milik orang-orang Islam. Dengan itu, mereka bisa menghancurkan harta kekayaan milik orang Muslim secara selektif tanpa menyentuh milik orang Hindu.

Keterlibatan Pemerintah
Smita Narula, seorang peneliti senior untuk Human Rights Watch, berkata pada 30 April, “Apa yang terjadi di Gujarat bukanlah muncul secara spontan, tetapi telah dirancang demikian teliti untuk menghancurkan kaum Muslim. Serangan ini direncanakan terlebih dulu dan digerakkan dengan keterlibatan yang luas dari polisi dan pejabat pemerintah.”
Sebenarnya, pembunuhan besar-besaran dirancang secara sengaja oleh pemerintahan Vajpayee. Beberapa bukti menunjukkan hal ini. Seperti yang dikutip oleh Eramuslim.com (13/3/2002) koran harian Kolkata, The Telegraph, menerbitkan suatu laporan detil tanggal 10 Maret yang ditulis Sujan Dutta, korespondennya di Ahmedabad. “Kerusuhan berdarah di Gujarat sebagai bagian dari gelombang pembunuhan terhadap penumpang kereta api di Godhra tanggal 27 Februari, tidak hanya secara diam-diam didukung oleh pemerintah pusat, tetapi juga oleh menteri kepala Narendra Modi. Modi memberi VHP jaminan waktu 24 jam untuk merancang makar pembantaian itu,” ujar Dutta.
Beberapa bukti keterlibatan Pemerintah India, antara lain: Pertama, berkenanan dengan Insiden Ghodra yang menjadi pemicu kerusuhan ini, meskipun di stasion kereta api Godhra terdapat pos polisi, dengan polisi bersenjata dan memiliki fasilitas komunikasi yang bagus untuk diminta pertolongannya, tidak ada yang berupaya untuk mencegah kejadian ini (serangan terhadap Kereta Api Sabarmati Express). Pada 27 Februari 2002, orang Hindu sedang kembali dari Ayodha dengan menggunakan kereta api. Sebelumnya, mereka ikut dalam sebuah reli anti-Muslim yang berhubungan dengan Masjid Babri. Saat mereka pulang, mereka mencela orang-orang Islam dan menolak membayar kepada pedagang Muslim. Bahkan, seorang Hindu menyeret seorang Muslimah ke kereta api. Namun, polisi tidak melakukan tindakan sama sekali.
Kedua, kementerian negara Hindu mengambil langkah segera dan sengaja untuk menjadikan isu tersebut menjadi perang terhadap orang-orang Islam. Pada tanggal 27 Pebruari, sehari setelah peristiwa Ghodhra, menteri kesehatan negara pergi sendiri ke kantor polisi di Ahmedabad dan memerintahkan polisi untuk tidak menyelamatkan orang-orang Islam.
Lebih jauh lagi, para saksi mata melaporkan, menteri-menteri negara ikut langsung memimpin massa Hindu untuk menyerang orang-orang Islam.
Sementera itu, Kepala Kementerian Negara Narenda Modi mengeluarkan pernyataan yang menghasut dan membenarkan pembantaian tersebut. Pada 1 Maret 2002, dia berkata, “Setiap tindakan mempunyai keseimbangan aksi dan reaksi.”
Ketiga, polisi negara Gujarat juga ikut terlibat aktif dalam penyerangan terhadap kaum Muslim. Saksi mata yang selamat dan meminta pertolongan polisi mendapat jawaban, “Kami tidak diperintah untuk menyelamatkan kamu!”
Para saksi mata juga melaporkan, polisi hanya berhenti dan menyaksikan pembununuhan tersebut, bahkan ikut terlibat dalam gerombolan massa Hindu yang mengamuk. Pada 28 Februari di Ahmedabad polisi ikut membunuh kaum Muslim, meskipun saat itu minoritas Muslim menjadi sasaran serangan gerombolan Hindu yang bersenjata. Komisaris Polisi Ahmedabad secara terbuka menyatakan permohonon maaf anggotanya yang ikut terlibat, “Polisi juga dipengaruhi oleh sentimen massal pada waktu itu.”
Keempat, pemerintah pusat juga secara penuh berada di belakang pemerintah negara bagian yang melakukan pembantai terhadap kaum Muslim. Pada saat itu, BPJ sedang menghadapi kekalahan dalam beberapa pemilu di negara bagian Uttar Pradesh, Uttrancahal, Punjab, dan Manipur. BJP telah menggunakan isu Masjid Babri untuk memunculkan sentimen rasial orang-orang Hindu. Apa yang terjadi di Gujarat merupakan perluasan dari strategi ini. Jadi, untuk memenangkan pemilu, BPJ telah membunuh kaum Muslim. Vajpayee sendiri memberikan komentar sinis kepada kaum Muslim seperti dalam ulasannya di Panaji Goa 12 April, “Di manapun terdapat orang Islam, mereka tidak ingin hidup bersama dengan orang lain (atau yang berbeda kepercayaan). Dari pada hidup damai, mereka ingin berkhutbah dan menyebarkan agama mereka dengan menciptakan teror pada pemikiran lain.”
Inilah yang secara konsisten dilakukan oleh negara Hindu terhadap kaum muslimin di India lebih dari 50 tahun. Untuk itu, negara Hindu ini bersekutu dengan musuh kaum Muslim yang lain seperti Israel (Yahudi) dan Amerika Serikat. Mahabenar Allah dalam firman-Nya:
Sesungguhnya kamu pasti akan mendapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS al-Maidah [5] : 82).

Kamis, 27 November 2008

Rabbi Yahudi : Berdirinya Israel Sumber Kekacaian Dunia


Seorang Rabbi terkemuka Yahudi, Yisroil Weisz, menentang gerakan Zionisme. Ia mengatakan, berdirinya negara Israel sumber kekacauan dunia, khususnya bagi Timur Tengah
Yisroil Weisz, seorang Rabbi Yahudi terkemuka yang vokal menentang gerakan Zionisme, mengatakan bahwa berdirinya negara Israel adalah sumber petaka dan kekacauan bagi dunia, khususnya bagi kawasan Arab dan Timur Tengah.
“Berdirinya Israel merusak semuanya, baik bagi agama Yahudi sendiri atau pun selainnya. Sejak awal berdirinya, gerakan Zionisme sendiri banyak mendapat kecaman dari beberapa pemuka Yahudi dunia,” demikian dikatan Weisz dalam sebuah wawancara dengan Televisi Phoenix yang berbasis di Hong Kong, sebagaimana dikutip harian berbahasa Arab Akhbar al-Alam (24/11).
Menurut Weisz, yang juga anggota Jemaat Yahudi Bersatu untuk Menentang Zionisme (Jama’ah al-Yahud al-Muttahidin Dhidh as-Shuhyuniyyah), pendirian negara Israel adalah sebentuk bid’ah, karena Taurat sendiri tidak pernah mengajarkan untuk hal tersebut.
“Gerakan Zionisme telah merubah arah agama Yahudi yang seyogyanya menjadi agama spiritual menjadi sesuatu yang materialistis, yaitu mendapatkan sepotong tanah untuk dijadikan negara, yang akhirnya menghalalkan segala cara,” ungkapnya.
Weisz juga mengisahkan, bahwa umat Yahudi selayaknya mampu hidup di pelbagai negara manapun. “Sejak ribuan tahun yang lalu, umat Yahudi senantiasa hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa dan umat manapun, di negara manapun. Sejarah juga menuturkan, jika dahulu umat Yahudi hidup berdampingan dengan umat Muslim di bawah naungan penguasa daulat Islam tanpa adanya masalah.” (Hidayatullah.com, 27/11/08)

Rabu, 26 November 2008

Pelajaran dari Pilkada Jawa Timur

KPU Jawa Timur telah memutuskan bahwa pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur (Jatim) putaran kedua yang digelar 4 November 2008 adalah pasangan nomor 5, yaitu pasangan KarSa (Dr Soekarwo SH M Hum dan Drs H Saifullah Yusuf). Pasangan ini akhirnya mampu mengalahkan saingannya di putaran kedua yaitu pasangan KaJi (Hj Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono).
Pilkada Jatim kali ini cukup menarik karena beberapa hal. Pertama ini adalah pilkada gubernur secara langsung yang dilakukan oleh warga Jawa Timur. Kedua, dalam penentuan pemenangnya Pilkada Jatim harus dilakukan secara dua putaran, karena setelah putaran pertama yang diikuti oleh 5 pasang calon, pemenang saat itu (yang kebetulan sama dengan pemenang putaran dua) yaitu pasangan KarSa tidak mencapai batas minimum 30%.
Menurut Pasal 107 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No 32/2004 menyebutkan apabila tidak ada pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30 persen dari jumlah suara sah maka harus dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.
Hal ketiga, pertarungan tahap kedua ini mempertemukan 2 tokoh nasional yang 'turun gunung' yang bercita-cita untuk membangun propinsi kelahirannya. Khofifah merupakan mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Persatuan Nasional era Presiden Gus Dur (1999-2001) dan Saifullah Yusuf merupakan mantan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal di Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2007).
Hal terakhir yang membuat Pilkada Jatim kali ini sangat menarik untuk disimak adalah perbedaan nilai akhir antar kedua pasangan yang sangat tipis. Hanya sekitar 0,4%. Menurut hasil penghitungan manual yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, pasangan KarSa memperoleh 50,2% dan pasangan KaJi memperoleh 49,8% suara.

Pertanyaan selanjutnya apakah cerita Pilkada Jatim berhenti sampai disini?
Quick Qount
Beberapa pihak coba membandingkan hasil penghitungan manual KPU dengan hasil quick count yang dipublikasikan oleh beberapa lembaga survei. Lembaga-lembaga survei tersebut menyebutkan bahwa pasangan KaJi akan memperoleh suara sekitar 50,4%,
sedangkan pasangan KarSa sedikit berada dibawahnya, yaitu sekitar 49,6%.
Pada saat bersamaan, lembaga survei tersebut juga mengatakan bahwa dalam melakukan quick count, pasti akan timbul adanya error. Dan margin of error yang timbul akibat melakukan survei ini adalah plus minus 1%, yang berarti akan mentolerir perbedaan nilai sekitar 2 persen.
Sebagai contoh, ketika pasangan KaJi diprediksi akan memperoleh 50,4% suara maka dengan margin of error plus minus 1% maka secara statistik rentang suara dari pasangan KaJi adalah 48,6% sampai dengan 51,4%. Begitu pula dengan kemungkinan suara akhir dari pasangan KarSa, berkisar antara 48,6% sampai dengan 50,6%.
Dalam tataran ilmu statistika tidak ada yang salah dari hasil quick count tersebut.
Karena lembaga-lembaga survei tersebut juga telah mengatakan bahwa mereka tidak dapat menyimpulkan pasangan mana yang terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2008-2013. Dan terbukti, hasil perhitungan manual yang dilakukan KPU juga jatuh dalam selang plus minus 1% tersebut.
Pelajaran tak kalah pentingnya dari hasil quick count ini adalah bagaimana masyarakat awam tidak hanya membaca angka hasil quick count sebagai angka mati/mutlak.
Langkah Hukum
Kita patut mengapresiasi pasangan KaJi yang melakukan langkah hukum dengan mangajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Langkah hukum memang harus dikedepankan bagi pihak-pihak yang merasa keberatan dengan hasil Pilkada.
Tantangan selanjutnya adalah ketika Mahkamah Konstitusi telah membacakan keputusannya, yang berarti bersifat tetap dan mengikat, kedua pasang kandidat harus ikhlas untuk menerimanya.
Toh juga sebelum dimulainya pilkada, semua kandidat sudah berikrar 'Siap Menang dan Siap Kalah'. Semua orang pasti berharap jangan sampai permasalahan pilkada di Maluku Utara menular ke Jawa Timur.
Di sinilah puncak ujian dari jiwa kenegarawanan dan kedewasaan sikap dari kedua pasang kandidat. Sambil menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi, ada baiknya kedua pasang kandidat proaktif untuk menyerukan perdamaian bagi pendukungnya masing-masing. Masyarakat di akar rumput sangat rentan dengan adu domba, yang dengan mudahnya menyulut konflik horizontal antar kedua pendukung.

Pelajaran dari Pilpres Amerika
4 November 2008, saat rakyat Jawa Timur melakukan pilkada. Saat bersamaan di Amerika juga melakukan pemilihan presiden. Maka tak ada salahnya juga ketika kita mengambil keteladanan dari sikap John McCain, kandidat dari Partai Republik yang dinyatakan kalah.
Malam harinya dengan besar hati John McCain langsung mengakui kekalahannya di depan pendukungnya yang terlihat jelas tidak bisa menerima kekalahannya itu. Sangat jelas bagaimana McCain harus menenangkan teriakan 'huuu' dari pendukungnya ketika McCain mengucapkan selamat kepada mantan rivalnya itu.
Sangat luar biasa. McCain yang berusia lebih tua seperempat abad dari Obama tak canggung untuk mengakui kekalahannya mengajak pendukungnya untuk bersama-sama membantu Obama. Suatu sikap yang sangat langka yang dilakukan oleh pasangan yang kalah di pilkada yang selama ini terjadi di negeri ini.
Apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi harus dihormati oleh seluruh pihak. Siapa pun pemenangnya nanti harus bersungguh-sungguh menjalankan amanat yang sudah dititipkan oleh masyarakat.
Bagi pasangan yang belum beruntung mari tunjukkan keindahan dalam berdemokrasi. Akui kekalahan dengan lapang dada. Jangan membuat pernyataan-pernyataan yang bisa membuat panas suhu politik.
Jangan ada lagi kerusuhan-kerusuhan yang ujung-ujungnya kontraproduktif bagi masyarakat Jawa Timur. Toh siapa pun pemenangnya nanti mereka memiliki tujian mulia juga untuk mensejahterakan Jawa Timur.

Kerjasama KPK-FBI Memperdalam Penajajahan Amerika di Indonesia

Cengkraman Amerika di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Bahkan, bisa dikatakan sejak zaman Presiden RI pertama hingga sekarang, Indonesia belum bisa melepaskan diri dari cengkraman penjajahan AS, baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, keamanan maupun yang lain. Ketika isu terorisme belum reda, publik Indonesia dikejutkan dengan kerjasama KPK dan FBI (Federal Bureau of Investigation) dalam proyek yang disebut Pemberantasan Korupsi. Kerjasama itu dilakukan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Ketua KPK, Antasari Azhar dan Deputi Direktur FBI, John Pistole di Gedung KPK di Jakarta, Selasa 18 Nopember lalu.
Kedua lembaga ini sepakat untuk menjalin kerjasama dalam hal pertukaran informasi, pelaksanaan program pemberantasan korupsi, pelatihan dan kursus, pertukaran ahli bidang intelijen dan investigasi, serta bimbingan teknis. Menurut ketua KPK, Antasari Azhar, inti dari kerjasama dengan FBI adalah pengembangan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia KPK. Kerjasama ini juga merupakan proses pembelajaran bagi KPK tentang sistem kerja dan organisasi FBI. Menurutnya, “FBI menjadi model pengembangan bagi KPK”.
Sebelum MoU kerjasama KPK dengan FBI ini, Kejaksaan Agung RI juga telah menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Agung AS untuk membantu dalam pembentukan satuan tugas tingkat tinggi pemberantasan korupsi di Indonesia. MoU tersebut ditandatangani oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji dengan Michael Mukasey, Senin 5 Nopember lalu. Untuk itu AS menyediakan bantuan lebih dari US $ 750.000 dalam rangka membantu Kantor Kejaksaan Agung RI dalam membentuk satgas pemberantasan korupsi (www.thejakartapost.com).

Cengkraman AS Makin Dalam
Negeri ini sebenarnya telah banyak menjalin kerjasama dengan pihak asing. Berbagai kerjasama itu—khususnya dalam bidang politik, hukum dan keamanan—sebenarnya telah banyak memberikan pelajaran kepada kita, bahwa sebagian besar dari perjanjian itu, kalau tidak bisa dikatakan semuanya, lebih menguntungkan pihak asing. Selalu ada imbalan yang pasti menguntungkan pihak asing. Pepatah mengatakan, “Is no free lunch,” alias “Tidak ada makan siang yang gratis”. Tengok saja perjanjian keamanan dengan Singapura (DCA), berbagai kerjasama militer dengan AS, kerjasama kontra-terorisme dan sebagainya.
Kerjasama dengan FBI sendiri telah beberapa kali dilakukan oleh lembaga pemerintahan di negeri ini. Sebagai contoh kerjasama dengan FBI dalam penanganan kasus terorisme, sebagaimana dalam kasus Bom Bali, JW Mariot dan sebagainya. Namun nyatanya, master mind (pelaku utama) Bom Bali dan berbagai misteri yang menyelimutinya sampai saat tidak terungkap. Contoh lain: kerjasama dengan FBI dalam pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Kerjasama ini juga tidak memperlihatkan hasil yang diharapkan.
Sebenarnya FBI tidak sehebat yang dibayangkan banyak pihak. Hanya saja, karena faktor propaganda seolah-olah FBI itu hebat. Padahal di Amerika sendiri, selama puluhan tahun hingga hari ini FBI tidak berhasil mengungkap kasus pembunuhan Presiden AS John F Kennedy. Yang lebih fatal, peledakkan gedung WTC 9/11 juga di luar hendusan FBI hingga penyelidikannya pun dihentikan.
Ada yang mengatakan, bahwa kerjasama KPK dengan FBI adalah murni bantuan teknis dari FBI kepada KPK. Pertanyaannya, lalu apa untungnya bagi FBI dengan kerjasama seperti itu? Pertanyaan ini wajar karena pihak asing, khususnya AS, tentu tidak akan melakukan kerjasama atau memberikan bantuan kecuali mendapatkan keuntungan atau imbalan. Ini wajar saja, sebab dalam logika negara Kapitalis penjajah, prinsip utama dalam bekerjasama adalah manfaat. Keuntunganlah yang menjadi penentu kerjasama tersebut dilakukan. Jika tidak ada untungnya, maka tidak akan mungkin mereka mengadakan kerjasama. Pertanyaannya, lalu apa yang didapatkan FBI?
Kerjasama itu diharapkan banyak membantu dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, termasuk mengembalikan aset yang dilarikan oleh koruptor ke luar negeri, khususnya ke AS. Menurut Deputi Direktur FBI, John Pistole, FBI memiliki ratusan agen dan analis di bidang korupsi. Karena itu, jika ternyata ada aset hasil korupsi warga Indonesia yang dibawa ke AS, FBI siap membantu upaya pelacakan sekaligus pembekuan aset tersebut. Jika ada koruptor dari Indonesia yang melarikan diri ke AS, FBI juga siap memberikan bantuan dalam hal pencarian.
Tetapi perlu dicatat, bahwa kemungkinan itu sangat sulit diwujudkan, jika Indonesia dengan AS tidak memiliki kerjasama dalam ekstradisi. Karena pemulangan koruptor yang diketahui berada di AS akan menemui kendala. Karena itu, ini lebih tepat merupakan harapan kosong. Sebab, dengan negara tetangga Singapura saja, meski ada kerjasama ekstradisi RI-Singapura, ternyata pemulangan para koruptor dari negeri itu ke Tanah Air belum pernah bisa diwujudkan.
Yang pasti, justru dengan kerjasama KPK-FBI ini, ditambah dengan kerjasama Kejaksaan RI dengan Kejaksaan AS, maka AS bisa dengan leluasa mengakses data seluruh pejabat dan aparatur negara. Dengan akses tersebut, AS mempunyai kartu As untuk membeli agen-agen mereka dari para pemegang apatur negara yang bekerja demi kepentingan mereka. Dengan data-data tersebut, AS bisa menggunakannya untuk mengangkat dan menyingkirkan siapapun aparat negara yang dikehendakinya. Jika ini terjadi, jangan heran jika para pejabat di negeri ini begitu takut dengan AS, bahkan jauh lebih takut daripada takut kepada Allah SWT. Maka tidak heran, jika pengkhianatan kepada Allah, Islam dan umatnya seringkali terjadi di negeri yang mayoritas Muslim ini. Mulai dari kasus Ahmadiyah, kartun Nabi hingga kasus-kasus pembantaian terhadap umat Islam.
Pendek kata, melalui kedok bantuan teknis, pelatihan SDM, pertukaran data dan informasi serta pelatihan intelijen, jelas AS bisa mencengkram negeri ini lebih dalam. Setidaknya, melalui FBI, AS memiliki kesempatan untuk menanamkan chips-chips di dalam tubuh lembaga penegak hukum negeri ini yang suatu saat bisa diaktifkan sesuai dengan kepentingannya. Selain itu, mencetak SDM yang memiliki cara pandang dan paradigma sebagaimana yang dimiliki AS juga merupakan kesalahan fatal dari pilihan kebijakan.

Haram Bekerjasama dengan Negara Kafir Penjajah
Lalu, bagaimana pandangan Islam dalam kasus seperti ini. Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an:
]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ [

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang di luar kalangan kalian sebagai teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemadaratan atas kalian. Mereka menyukai apa saja yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa saja yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika saja kalian memahaminya.” (QS Ali Imran [3]: 118).
Ibn Katsir di dalam kitab tafsirnya, Tafsir Ibn Katsir, menjelaskan bahwa bithânah seseorang adalah orang dekat yang bisa mengetahui urusan dalam orang tersebut. At-Thabari, dalam tafsirnya, Tafsir at-Thabari, menjelaskan bahwa bithânah seseorang adalah orang yang bisa mengetahui rahasia-rahasianya dan mengetahui orang-orang jauh maupun kerabat-kerabat dekatnya. Imam Jalalain juga menjelaskan, bahwa bithânah adalah orang-orang yang dijadikan teman kepercayaan sehingga bisa mengetahui rahasianya.
Ayat ini dengan jelas dan tegas melarang kita untuk menjadikan orang-orang Kafir, apalagi Kafir penjajah sebagai orang dekat dan kepercayaan kita, sehingga bisa mengetahui urusan dalam dan rahasia-rahasia kita. Memberikan akses kepada AS, melalui FBI, untuk mengetahui data dan rahasia negara merupakan fakta yang dijelaskan oleh ayat ini. Sebab, kerjasama dengan FBI itu artinya menjadikan mereka sebagai orang dekat dan kepercayaan di negeri ini, sehingga memungkinkan mereka mengetahui urusan dalam dan rahasia negeri ini. Karena itu, hukumnya jelas haram.

Selain itu, Allah SWT juga berfirman:
]وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا[

”Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang Mukmin.” (QS an-Nisa’ [4]: 141).
Ayat ini dengan tegas juga melarang, dengan larangan yang bersifat permanen (nafy at-ta’bid), sebagaimana yang ditunjukkan oleh lafadz: wa lan yaj’ala (sekali-kali tidak akan pernah). Larangan secara permanen memberikan jalan (peluang/kesempatan) kepada orang-orang Kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin. Dengan kata lain, ayat ini mengharamkan kita memberikan peluang sekecil apapun yang memungkinkan kaum Kafir untuk menguasai kaum Mukmin dan menancapkan cengkeramannya di negeri-negeri kaum Muslim, termasuk di negeri ini. Dengan menjalin kerjasama dengan FBI, KPK telah membuka jalan (peluang/kesempatan) kepada AS untuk mencengkram negeri ini lebih dalam.
Lebih dari itu, AS adalah negara yang berstatus sebagai negara Kafir harbi, karena telah memaklumkan perang terbuka kepada umat Islam, baik dalam perang melawan terorisme, maupun pendudukannya di Irak, Afganistan dan operasi militernya di Pakistan. Dengan statusnya sebagai negara Kafir harbi, umat Islam di wilayah manapun, termasuk Indonesia, tidak boleh melakukan kerjasama apapun dengan AS.

Wahai Kaum Muslim:
Masalah korupsi itu akan tetap mengakar di dalam kehidupan masyarakat dan aparatur negara, selama Sekularisme dengan asas manfaat tetap menjadi akidah yang diterapkan untuk menjalakan negara dan kehidupan bermasyarakat di negeri ini. Sampai saat ini, AS sendiri tidak mampu menyelesaikan korupsi di negerinya sendiri, karena faktor yang sama. Sekitar 7 dari 10 rakyat AS mengatakan, bahwa pemilihan pejabat negara terlalu menghamburkan uang (47% mengatakan, bahwa mereka mengeluarkan ”uang terlalu besar”). Dengan budaya seperti itu, korupsi juga menjadi bagian dari budaya politik dan birokrasi di AS. Dengan budaya yang bobrok seperti itu, bagaimana mungkin mereka mengajarkan kebaikan kepada kita?
Sesungguhnya penanganan dan pemberantasan korupsi itu akan menjadi perkara yang mudah ketika Islam dan syariatnya digunakan untuk mengatur negeri yang mayoritas Muslim ini. Dengan ketakwaan kepada Allah, seseorang akan merasa takut dan terus-menerus diawasi oleh Allah. Dari sanalah, lahir budaya self control (kontrol dari dalam) dan waskat (pengawasan melekat). Selain itu, lingkungannya yang dipenuhi dengan orang-orang yang bertakwa dan amanah juga tidak memungkinkan berkembangnya budaya korupsi. Disamping penegakan hukum yang tidak tebang pilih atau pandang bulu oleh negara akan membuat siapapun tidak berani melakukan tindakan tercela itu.
Inilah tiga pilar tegaknya hukum Islam: (1) Ketakwaan pribadi, yang melahirkan self control; (2) Pengawasan masyarakat atas dasar ketakwaan, yang membentuk lingkungan kerja dan kinerja yang sehat dan amanah; (3) Penegakan hukum yang tidak tebang pilih dan pandang bulu, yang bisa menegakkan keadilan seadil-adilnya. Inilah tiga pilar yang menjadikan sistem Islam bisa bertahan berabad-abad, yang paling bersih dalam sejarah peradaban manusia manapun sepanjang sejarah.
Jika kita sudah muak dengan korupsi yang telah berurat-berakar di negeri ini, dan jika kita sudah rindu dengan kehidupan yang bebas korupsi, maka inilah saatnya kita menyingsingkan lengan baju dan bahu membahu menerapkan syariah Islam, tentu saja dalam naungan Khilafah Rasyidah. Wallâhu a’lam. []

Selasa, 25 November 2008

Obama & Kebijakan Luar Negeri AS, Rising Power "Khilafah" Ancaman Bagi Amerika

Khilafah akan menjadi ancaman bagi kepentingan Amerika Serikat dan AS akan berupaya untuk menghilangkan apa yang menjadi ancaman bagi kepentingannya, demikian dikatakan Erick Syahrir, Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia Jabar yang pernah bermukim di AS selama sembilan tahun. Beliau menyampaikan hal tersebut dalam acara Focus Group Discussion Tokoh yang diadakan oleh DPD I HTI Jabar, di Bandung, Jumat (21/11).
Focus Group Discussion (FGD) terbatas dengan para tokoh Jabar ini untuk kedua kalinya diadakan oleh DPD I HTI Jabar. Diskusi yang bertempat di kediaman Prof. Dr. H. Achmad Sanusi tersebut membahas tentang “Obama dan Kebijakan Luar Negeri AS”. Hadir sebagai narasumber diantaranya wartawan senior, H. Usep Romli HM dan H. Erick Syahrir aktivis Hizbut Tahrir Indonesia Jabar.

Menganalisa Kebijakan Politik Luar Negeri AS
Untuk menganalisa kebijakan Luar Negeri Obama, Erick Syahrir terlebih dahulu mengungkapkan, apa yang menjadi kepentingan nasional AS. Mengingat, kebijakan nasional AS sudah ditetapkan sejak lama dan sulit untuk bisa diubah oleh hanya seorang presiden.
Menurut Erick, salah satu kepentingan nasional AS yang akan dibela mati-matian adalah minyak dan gas bumi, karena sejak lama AS sangat bergantung kepada minyak dan gas asing. AS adalah pengomsumsi minyak dan gas terbesar di dunia, yakni sekitar 23,9% (minyak) dan 22,6% (gas), bahkan antara konsumsi dan produksi, AS defisit sekitar 66,67% (minyak) dan 16,17% (gas).
Kepentingan nasional AS berikutnya adalah Israel, karena negera tersebut merupakan pangkalan militer AS yang paling strategis di Timur Tengah. Hal tersebut disebabkan karena Timur Tengah sangat vital bagi AS, karena Timur Tengah merupakan 30,8% produsen minyak dunia dan 12,1% produsen gas dunia. Selain itu Timur Tengah juga memiliki cadangan minyak terbesar di dunia, yakni sekitar 61% dan memiliki 41,3% cadangan gas dunia. Menurut Erick, itulah alasannya, kenapa seluruh capres AS harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dan dukungan dari Israel, termasuk Obama.

Rising Power “Khilafah” Ancaman Bagi Amerika
Lebih lanjut Erick menjelaskan, apa yang menjadi ancaman kepentingan AS, yakni 1) Negara yang tidak bersahabat, yakni Syiria dan Iran, 2) Teroris, yakni Hamas, Hizbullah dan Al-Qaida dan 3) “rising power that could challenge both America and the international foundation of liberal democracy”.
Menurut Erick, yang dimaksud ‘rising power’ itu adalah Khilafah. Untuk itu, menjadi lebih jelas bahwa AS akan melakukan apapun untuk menghilangkan ancaman terhadap kepentingan AS, termasuk kemungkinan munculnya ‘rising power’, Khilafah Islamiyah. Jadi, apa bedanya Obama dengan Bush?

.:: Abi, Umik, Akbar, Mas Aziz & Mas Rizki ::.

.:: Abi, Umik, Akbar, Mas Aziz & Mas Rizki ::.